"Masa lalu yang suram." Begitu kata orang menilai saya.
Setiap orang yang bertemu dengan saya pasti mempergunjingkan saya. Saya tidak tahu apa yang seharusnya saya lakukan. Saya bingung. Saya mendatangi ustadz di masjid dekat rumah. Saya malah diceramahi, dibilang salah. Saya makin terpuruk. Semua karena masa lalu saya yang kelam.
Ustadz bilang, saya harus berubah dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Sedangkan saya sendiri bingung, saya harus merubah yang mananya? Bagaimana caranya?
Saya takut Tuhan tak menerima taubat dari saya.
Pada akhirnya saya bertemu dengan seorang konselor muda. Dengan sabar, beliau mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut saya. Dia tidak menayakan masalah saya secara langsung, tapi entah mengapa saya ingin sekali bercerita panjang-lebar dengannya. Sosoknya begitu membuat saya percaya.
Konselor itu hanya berkata: "Setiap orang memiliki masa lalu, entah itu masa lalu yang buruk atau masa lalu yang baik. Jangan jadikan semua itu sebagai pembunuh cita-cita masa kecilmu. Berubahlah, sedikit demi sedikit. Ubahlah mind-setmu tentang masa depan atas kesalahanmu di masa lalu. Kamu tahu apa yang terbaik untukmu."
Mendapat motivasi seperti itu, saya langsung tergerak untuk berubah. Mulai saat itu juga, saya berusaha menjadi seseorang yang "benar" menurut saya dan orang-orang di sekitar saya.
Terimakasih, Tuhan, terimakasih atas konselor muda yang kau kirimkan untuk menjadi temanku. . .
Kamis, 28 Maret 2013
Jangan jadikan masa lalu sebagai alasan keterpurukanmu.
Diposting oleh
Sovia Bintang Aurora
Label:
Artikel
Senin, 25 Maret 2013
Motivasi 1
Di dunia ini tidak ada orang yang sempurna. Semua manusia tumbuh dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tuhan yang telah menciptakan setiap individu dengan seadil-adilnya. Lalu mengapa manusia lebih menyombongkan dirinya??
Sombong. Inilah sifat setan. Betapa tidak. Manusia yang menyombongkan dirinya telah menanggalkan semua akal sehatnya. Naudzubillahimindzalik. . . . .
Mari membunuh sifat sombong dalam pribadi kita.
:)
Sombong. Inilah sifat setan. Betapa tidak. Manusia yang menyombongkan dirinya telah menanggalkan semua akal sehatnya. Naudzubillahimindzalik. . . . .
Mari membunuh sifat sombong dalam pribadi kita.
:)
Diposting oleh
Sovia Bintang Aurora
Label:
Artikel
Pendekatan dalam Konseling - Pengantar Konseling
PEMBAHASAN
A.
Berbagai Pendekatan dalam Konseling
- Pendekatan Feminis
Asumsi dasar
feminism adalah wanita, dalam banyak kultur besar, ditekan dan dieksploitasi
secara sistematis. Howell (1981) menggambarkan hal ini sebagai “perendahan
terhadap wanita”, dan orang lain menyebutnya seksisme. Para feminis
telah mencoba mendekati masalah seksisme ini dari berbagai cara, cara aturan
social yang mendominasi pria dibuat dan dipertahankan telah menjadi subjek
analisis kritik. Bahasa untuk menggambarkan dan memahami wanita telah dibuat.
Akhirnya, bentuk aksi social dan institusi social baru dengan tujuan
pemberdayaan perempaun dibutuhkan.[1]
Teori dan praktik terapi feminis berawal dari gerakan
feminisme pada tahun 1960-an, di mana para wanita membentuk sebuah forum untuk
secara aktif mengutarakan ketidakpuasan mereka terhadap sistem sosial
patriarkal yang memposisikan mereka sebagai anggota masyarakat kelas dua.
Tahun 1970 merupakan awal terbentuknya konseling
feminis sebagai salah satu pendekatan dalam psikoterapi. Konseling dan
psikoterapi feminis tidak dikembangkan oleh tokoh tertentu, tidak memiliki
posisi teoretis tertentu, serta tidak dilengkapi dengan teknik tertentu (Enns,
2004; Evans et al., 2005). Konseling dan psikoterapi feminis fase awal ini
didasari oleh pandangan bahwa para perempuan sama-sama memiliki pengalaman
ditekan dan menjadi korban. Karena itu, hanya pendekatan proaktiflah yang
secara efektif dapat membantu mereka.
Tahun 1980-an dipandang sebagai perkembangan lebih
lanjut pemikiran feminis (Dutton-Douglas & Walker, 1988). Gagasannya adalah
menguji teori-teori konseling tradisional dalam perspektif feminisme, dan
kemudian menghilangkan bagian-bagian pendekatan tradisional yang memandang pria
dan wanita secara dikotomis (patriarkal) (Elliott, 1999). Beberapa praktisi
konseling feminis awal mengajukan androgini,
yaitu integrasi antara karakteristik maskulin dan feminin tradisional, sebagai
kondisi kesehatan mental ideal yang menjadi tujuan konseling (Enns, 2004).
Konselor dan terapis feminis didorong untuk memilih metode-metode, yang
terdapat dalam pendekatan-pendekatan tradisional, yang tidak berpotensi bias
gender (Enns, 1993).[2]
Sejak akhir tahun 1980-an, terjadi pergerakan dalam
teori feminis yang memperkenalkan potensi feminin, fokus pada kesetaraan, dan
mengajukan asumsi bahwa sebagian besar masalah wanita diciptakan oleh
masyarakat yang tidak menghargai atau membebaskan para wanita untuk melakukan
kehendaknya.
Dalam
pendekatan feminisme terdapat berbagai aliran pemikiran. Enss (1992) telah
membagi perspektif “yang kompleks, tumpang tindih, dan mengambang” yang
beroperasi dalam feminism ke dalam empat tradisi feminism: liberal, cultural,
radikal, dan sosialis. Feminism liberal dapat dikatakan sebagai aliran
utama feminism, dan memiliki akar dalam perjuangan Suffragetts dalam
mendapatkan kesetaraan hak dan akses. Sebaliknya, feminism cultural,
sangat menekankan pada penyadaran dan perayaan pengalaman menjadi wanita yang
khas mempromosikan feminisasi masyarakat melalui legitimasi pentingnya
nilai pernyataan hidup (life-affirming) seperti kooperasi, harmoni,
penerimaan terhadap intuisi, dan pengorbanan diri. Feminism radikal berpusat
pada tantangan sistematik terhadap struktur dan keyakinan yang dikaitkan kepada
kekuatan pria atau patriarki, dan membagi kehidupan social ke dalam domain pria
dan wanita. Akhirnya, feminism social bersumber dari kepercayaan inti
yang menyatakan bahwa terlepas dari tekanan yang dipengaruhi oleh gender, pada
level yang lebih fundamental aliran ini ditentukan oleh kelas social dan ras.
Bagi para feminis socialis, pemenuhan kebutuhan manusia hanya dapat terjadi
ketika berbagai isu berkenaan dengan pengaturan produksi dan moral, dan system
kelas telah diterima dengan baik. Kelompok-kelompok dalam pergerakan feminis
ini telah mengembangkan target, metode, dan solusi serta memiliki kecenderungan
untuk melibatkan diri mereka kepada berbagai masalah yang berbeda.
Adalah hal
yang penting untuk menyatakan bahwa feminism adalah system berpikir dan aksi
social yang komplek dan berkembang. Di samping itu, adalah memungkinkan
mengidentifikasi rangkaian keyakinan yang luas dari mayoritas konselor
beraliran feminism. Dalam hal ini, Llewelyn dan Osborne (1983) berpendapat bahwa
terapi keluarga dibangun di atas empat asumsi dasar tentang pengalaman social
wanita:
1. Wanita secara konsisten
berada dalam posisi berbeda dengan pria. Misalnya, wanita cenderung memiliki
kekuasaan dan status yang lebih lemah dalam pekerjaan. J. B. Miller (1987)
mengobervasikan bahwa wanita yang berusaha menjadi berkuasa ketimbang pasif
dipandang sebagai egois, destruktif, dan tidak feminine.
2. Wanita diharapkan untuk
sensitif dengan perasaan orang lain, dan memberikan layanan emosional, terutama
terhadap pria.
3. Wanita diharapkan untuk
“terhubung” dengan pria, dengan demikian maka mendapatkan otonomi adalah hal
yang sulit.
4. Masalah seksualitas
manjadi sangat sulit bagi wanita. Factor ini bersumber dari konteks social di
mana imaji tubuh wanita yang ideal digunakan untuk menjual komoditas,
kepercayaan diri seksualitas wanita merupakan ancaman banyak pria dan kekerasan
seksual terhadap wanita menyebar dengan luas.
Konsep
feminism tentang hubungan diri lebih banyak berupa perasaan saling terhubung
antar-person. Hubungan ini dipertahankan melalui kemampuan untuk merespons oran
lain secara empatik.
- Pendekatan Narasi
Psikolog
Jerome Bruner (1990) berpendapat bahwa terdapat dua cara untuk mengetahui
dunia. Ada yang disebutnya pengetahuan paradigmatic (paradigmatic)
yang melibatkan penciptaan model abstrak dari relaitas. Kemudian ada yang
disebutnya pengetahaun narasi (narrative). Yang didasarkan
kepada pemahaman terhadap dunia melalui bercerita. Bruner berpendapat bahwa
kehidupan sehari-hari kita penuh dengan cerita. Kita bercerita kepada diri dan
orang lain sepanjang waktu. Kita menstruktur, menyimpan, dan mengomunikasikan
pengalaman kita melalui cerita.
Narasi adalah
sebuah istilah yang lebih inklusif yang digunakan untuk menggambarkan proses
besar pembuatan laporan berkenaan apa yang telah terjadi. Sebuah narasi, dapat
diartikan terdiri dari beberapa cerita yang terpisah dan berbeda satu dengan
yang lain, dan sangat mungkin mencakup komentar atas cerita-cerita tersebut
dipandang sebagai narasi miliknya, yang mungkin terdiri dari tiga atau empat
cerita yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lain.
Kelompok Luborsky
telah mengobservasi bahwa walaupun pada saat terapi klien menceritakan
hubungannya dengan banyak orang yang berbeda (misalnya, partner, anggota keluarga,
teman, dan terapis), tetap untuk mendeteksi tema dan konflik yang konsisten
sepanjang, atau sebagian, besar, cerita yang dihasilkan oleh seseorang. Luborsky
menyebutnya CCRT (the core conflictual relathionship theme). Lebih jauh
lagi Luborsky berpendapat bahwa cerita-cerita tersebut adalah terstruktur.
- Pendekatan Multikulturalisme
Pendekatan
multicultural berawal dari posisi yang menyatakan bahwa keanggotaan dari kultur
atau beberapa kultur merupakan salah satu pengaruh paling penting terhadap
perkembangan identitas seseorang, dan Karena itu masalah emosional dan perilaku
yang dibawa oleh seseorang ke ruang konseling bisa jadi merupakan cerminan
bagaimana hubungan, moral, dan pemahaman terhadap hidup “hidup yang nyaman”
dipahami dan didefinisikan dalam kultur (atau beberapa kultur) tempat dimana
seseorang hidup . Pedersen (1991) berpendapat bahwa multikultutalisme
seharusnya dianggap sebagai “kekuatan keempat” dalam konseling, melengkapi
behaviorisme, psikoanalisis, dan psikologi humanistik.
Penting bagi
kita memahami kata kultur, kultur dipahami sebagai “cara hidup kelompok
seseorang”. Clifford Geertz, antropologi ternama saat ini, kultur dapat
dipahami sebagai:
“pola makna yang tertanam dalam
symbol dan ditransmisikan secara historis, sebuah system konsepsi turunan yang
diekspresikan dalam bentuk simbolik yang digunakan (orang-orang) untuk
berkomunikasi, bertahan hidup, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang
hidup dan sikap terhadapnya.”
Inti dari
konselor multicultural adalah sensitivitas terhadap berbagai cara yang
memungkinkan berbagai fungsi kultur dan interaksi, terleburkan menjadi kepedulian
tentang pengalaman cultural orang lain.[3]
- Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan
psikodinamik dalam konseling mempresentasikan tradisi utama dalam konseling dan
psikoterapi kontemporer. Konseling
psikodinamik memberikan perhatian besar terhadap kemampun konselor untuk
menggunakan apa yang telah terjadi dalam hubungan antara klien dan konselor
yang bersifat segera serta terbuka, untuk mengeksplorasi tipe perasaan dan
dilema hubungan yang mengakibatkan
kesulitan bagi klien dalam kehidupannya sehari-hari.
Tujuan
konseling psikodinamik adalah mambantu klien mencapai kesadaran dan pemahaman
terhadap di balik masalahnya, dan kemudian menerjemahkan kesadaran ini ke dalam
kemampuan yang matang dalam menghadapi berbagai masalah di masa mendatang. Agar
proses ini dapat berjalan, konselor diisyaratkan mempu menawarkan kepada klien
lingkungan yang cukup aman dan konsisten agar klien bisa mengekspresikan
fantasi dan dorongan yang menyakitkan atau memalukan secara aman.
Konseling
psikodinamik singkat (brief psychodynamic counselling) merupakan salah satu bentuk pendekatan yang
relatif baru dalam dunia konseling.
Konseling psikodinamik singkat mendasarkan pada teori psikoanalisa. Salah satu
masalah utama yang terkait dengan praktek
psikoanalisis adalah masalah panjangnya waktu intervensi (rata-rata
855 sessi) sehingga dipandang kurang efisien. Masalah
panjangnya waktu intervensi
terkait dengan mahalnya biaya dan waktu
yang harus dikeluarkan klien. Menanggapi masalah efisiensi, muncullah Konseling sessi tunggal atau dikenal pula dengan “Konseling Singkat”. Kedua hal ini (psikoanalisis dan konseling
singkat) memiliki dasar asumsi
masing-masing. [4]
Psikoanalisis didasarkan pada suatu teori yang sangat besar dan kompleks
tentang tingkah laku manusia yang
mensyaratkan kepribadian harus
dibongkar dan direkonstruksi
sampai suatu perubahan yang besar/bermakna terwujud. Konseling Psikodinamik
Singkat mendasarkan pada aspek pragmatis,
frame work kesehatan masyarakat (yang
menuntut perubahan minimal yaitu
pada suatu tingkah laku bermasalah yang
spesifik. Salah satu dasar pemikirannya adalah mewujudkan efisiensi.
Psikodinamika
dengan jelas menekankan pada interpretasi tingkah laku sebagai hasil dari interplay dari motif-motif,
dorongan-dorongan, kebutuhan-kebutuhan dan konflik-konflik (Pervin, 1984 : 62).
Secara umum konseling psikodinamik singkat memiliki karakteristik sebagai
berikut: a) menekankan pada keterbatasan waktu, b) memfokuskan pada
problem-problem spesifik yang dapat
diintegrasikan secara baik, c) konselor aktif, fleksibel, dan menjaga
kesadaran penuh terhadap waktu, d) klien
secara aktif terlibat dalam treatmen baik
dalam sessi konseling, maupun di
luar suasana konseling untuk mencoba mempraktekkan tingkah laku-tingkah laku
baru yang dipelajari dalam konseling, e) klien harus memiliki kekuatan-kekuatan
dan kualitas penyesuaian yang baik seperti memiliki motivasi yang tinggi untuk
berubah, memiliki hubungan sosial yang
baik, f) konselor harus memiliki keterampilan yang luar biasa, g) klien dan
konselor secara aktif terlibat dalam pemecahan
suatu problem psikologis secara tepat, h) tujuan tidak berusaha untuk merekonstruksi
kepribadian atau juga tidak untuk menyembuhkan sakit mental.
Pada
kenyataannya tidak semua klien menolak konseling singkat (brief counselling).
Di sisi lain,
banyak pula klien yang lebih menyukai
orientasi konseling seperti
psikoanalisa. Untuk mengatasi kendala waktu, usaha, dan biaya
pada prosedur psikoanalisa, maka
muncullah konseling psikodinamika
singkat. Menurut Culley, S.. and James
W., (1997 : 252) konseling psikodinamika singkat merupakan salah satu dari tiga
klasifikasi utama pendekatan brief psychoterapy yaitu psikodinamika,
kognitif-behavior, dan tactical.
Konseling ini (konseling psikodinamika singkat)
memiliki ciri-ciri yang sama dengan
konseling singkat yang lain (khususnya sama-sama menekankan
pada efisiensi waktu dan
memfokuskan pada masalah).
Meskipun
demikian, konseling ini bertujuan untuk menghasilkan pencapaian
perubahan yang lebih jauh bagi masalah-masalah klien yang kompleks. Konseling
ini mendasarkan pada teori psikoanalisis, bertujuan untuk mewujudkan perubahan-perubahan seperti
halnya perubahan yang dihasilkan
pada psokoanalisis panjang (long-term
psychoanalisys) melalui penggunaan teknik psikoanalitik.
- Pendekatan Kognitif Behavioral
Pendekatan
Kognitif Behavioral bersumber dari psikologi behavioral (perilaku) dan memiliki
tiga karakteristik: pemecahan masalah (problem solving), pendekatan perubahan
terfokus (change focused approach) untuk menghadapi klien; penghormatan pada
klien; penghoramatan kepada nilai ilmiah; dan memiliki perhatian yang lebih
terhadap proses kognitif- alat untuk mengontrol dan memonitor tingkah laku
mereka.[5]
Metode
perilaku (behaviour modification) adalah sebuah teknik yang berangkat dari
konsepsi Skinnerian bahwa dalam setiap situasi atau dalam merespons setiap
stimulus, seseorang sudah memiliki perbendaharaaan respons yang mungkin sesuai
dengan stimulus tersebut, dan mengeluarkan perilaku yang dikuatkan atau diberi
ganjaran. Prinsip ini dikenal dengan istilah operant conditioning (pengkondisian
operan). Ketika seseorang ditanya misalnya, akan ada banyak kemungkinan cara
untuk merespons. Ia (orang tersebut) dapat menjawab pertanyaan tersebut,
mengacuhkannya, atau lari. Skinner (1953) berpendapat bahwa respons yang akan
dikeluarkan adalah yang paling sering dikuatkan dimasa lalu. Maka dalam kasus
ini, sebagian orang akan menjawab pertanyaan tersebut, karena di masa lalu
perilaku orang tersebut akan merefleksikan sejarah penguatan perilakunya. Dia
akan diam. Diaplikasikan kepada individu dengan perilaku bermasalah, ide ini
menyatakan bahwa adalah sesuatu yang berguna untuk memberikan hadiah atau
menguatkan perilaku yang diharapkan, dan mengacuhkan perilaku yang diharapkan.
Jika sebuah perilaku tidak segera diberikan penguat, maka akan berlangsung
proses penghapusan, dan secara perlahan akan menguras perbendaharaan yang ada.
Istilah kognitif merujuk kepada
aktiviti-aktiviti mental seperti berfikir, menganalisis, membentuk konsep,
menyelesaikan masalah dan sebagainya. Pendekatan Kognitif merupakan pendekatan
yang memberi perhatian khusus kepada proses pemikiran individu seperti
kemahiran berfikir secara kritis dan kreatif, kemahiran belajar dan motivasi
yang dipelopori oleh ahli psikologi Gestalt, Pieget, Vygotsky, Gagne, Bruner
dan Ausubel.[6]
Teori-teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa
kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing
tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini maka anak dipandang sebagai
individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
Perkembangan kognitif merupakan
salah satu perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengetahuan, yakni semua
proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individeu mempelajari dan
memikirkan lingkungannya.
Menurut Drever (Kuper & Kuper,
2000) disebutkan bahwa ” kognisi adalah istilah umumyang mencakup segenap model
pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penialain, dan
penalaran”.
Sedangkan menurut Piaget
(Hetherington & Parke, 1975) menyebutkan bahwa “kognitif adalah
bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian
di sekitarnya”. Pieget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam
menyusunpengetahuannya mengenai realitas, anak tidak pasif menerima informasi.
Selanjutnya walaupun proses berpikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah
dimodifikasi oleh pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga aktif
menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi.
Menurut Chaplin (2002) dikatakan
bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk mengenal, termasuk
di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka,
membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Psikologi kognitif adalah kajian studi
ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Proses ini meliputi
bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai
pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan kembali sebagai petunjuk dalam sikap
dan perilaku manusia. Oleh karena itu, psikologi kognitif juga disebut
psikologi pemrosesan informasi.
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah
proses mental, dimana individu (organisme)
aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum
melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental
sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang.
Psikologi kognitif adalah salah satu cabang dari psikologi dengan
pendekatan kognitif untuk
memahami perilaku manusia. Psikologi kognitif mempelajari tentang cara manusia
menerima, mempersepsi, mempelajari, menalar, mengingat dan berpikir tentang
suatu informasi.
Dari berbagai pengertian yang telah
disebutkan di atas dapat dipahami bahwa kognitif adalah sebuah istilah yang
digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang
berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang
memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan,
memperkirakan, menlai, dan memikirkan lingkungannya.
Terapi kognitif adalah terapi yang
mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangka waktu
singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya asietas
atau depresi. (Singgih D. Gunarsa, 2003: 227)
Aspek-aspek Kognitif
1. Kematangan,
yaitu Semakin bertambahnya usia,
maka semakin matang atau bijaksana seseorang dalam menghadapi rutinitas dan masalah yang
dihadapinya.
2. Pengalaman
merupakan hasil interaksi antar individu dengan orang lain.
3. Transmisi
sosial adalah hubungan sosial dan komunikasi yang sesuai dengan lingkungan.
4. Equilibrasi
adalah perpaduan dari pengalaman dan proses transmisi sosial.
- Pendekatan Person-Centred
Konseling yang berpusat pada
klien (clint cntered) sering pula disebut konseling teori diri (self theory).
Pendekatan
konseling “client centered” atau yang berpusat kepada klien menekankan pada kecakapan
klien untuk menentukan isu yang enting bagi dirinya dan pemecahan masalah
dirinya. Yang paling penting dalam kualitas hubungan konseling adalah
pembentukan suasana hangat, permisif, dan penerimaan yang dapat membuat klien
untuk menjelajahi struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalaman yang unik.
Individu dapat diperlukan.
Konsep pokok yang mendasari
konseling berpusat pada klien adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai
diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakikat kecemasan.
Menurut
Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri
dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri. Dikatakan bahwa
konsep diri atau struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi persepsi
yang terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran. Hal itu terdiri dari
unsure-unsur persepsi terhadap karakteristik dan kecakapan seseorang,
pengamatan dan konsep diri. [7]
Menghadapi
karakteristiknya yang tidak dapat diterima tanpa perasaan terancam. Individu bergerak
menuju penerimaan diri dari nilai-nilainya, dan dapat mengubah aspek-aspek
dirinya yang dipilihnya sebagai modifikasi yang diperPendekatan diasosiasikan
kepada Rogers, yang disebutkan dalam banyak kesempatan dengan “non-
directive” (tidak langsung), “clien centered” (berpusat pada klien),
“person –centred” ( berpusat pada person) atau Rogerian, bukan saja
merupakan salah satu aliran konseling dan terapi yang digunakan secara luas
selama 50 tahun, tetapi juga memberikan ide dan metode yang kemudian iintegrasikan
dengan pendekaran lain (Thorne, 1992). Kemunculan terapi clint-centered pada
1950 merupakan bagian dari pergerakan psikologi Amerika untuk menciptakan
alternative terhadapa dua teori yang mendominasi pada waktu.
[1] Muhammad
Surya, Teori-teori dalam Konseling, (CV. Pustaka Bani Quraisy; Bandung)
2003, 20
[2] E.
Koeswara, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (PT. ERESCO;
Jakarta), 1988
[3]Syamsu
Yusuf, A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000), h. 114
[4] Ibid,.
[5]Borg,
W.R. and Gall, M.D. Education Research. (Longman Inc. 95 Street, White
Plains. Th. 2003)
[6] Ibid,.
[7]Rosjidan,
2004. Hand Out Ketrampilan Komunikasi Konseling. Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Malang
Diposting oleh
Sovia Bintang Aurora
Label:
Teori
Konsep Konseling - Pengantar Konseling
PEMBAHASAN
1.
Definisi konseling
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari
bahasa latin, yaitu “consilium” yang
berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerimai” atau “ memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling
berasal dari “sellan” yang berarti
menyerahkan atau menyampaikan.[1]
Ada pula yang mengatakan istilah konseling merupakan terjemahan dari kata counseling.
Menurut arti katanya, counseling, yang berasal dari kata counsel
mempunyai arti nasihat, anjuran, pembicaraan.[2]
Dalam buku Ketut Sukardi, juga disebutkan bahwa konseling adalah terjemahan
dari “counseling” yang merupakan bagian dari bimbingan, baik layanan bimbingan
secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance). Selain itu, ,
pengertian konseling juga didefinisikan secara beragam oleh para ahli. Menurut
Jones (1963) pengertian konseling adalah sebagai berikut:
Ø
“counseling is taking over a problem with some one. Usually but not
always, one of two has facts or experiences or abalities not possessed to the
same degree by the other. The process of counseling involves a clearing up of
the problem by discussion.”(Jones,1963:291)[3]
Sedangkan shertzen dan stone (1981)
mengemukakan pengertian konseling sebagai berikut:
Ø
“counseling is an interaction process that facilitates meaningful
understanding of self and environment and results in the establishment and/or
clarification of goals ang values for future behavior”
Tokoh lain, yaitu Wrenn (1951)
memberikan definisi konseling sebagai berikut:
Ø
“counseling is personal and dynamic relationship between two people who
approach a mutually defined problem with mutual consideration for each other to
the end that the younger, or less mature, or more troubled of the two is aided
to a self determined resolution of his problem” (Wrenn, 1951: 60)
Ø
Kata “konseling” mencangkup bekerja dengan
banyak orang dan hubungan yang mungkin saja brsifat pengembangan diri, dukungan
terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah…tugas konseling
adalah memberikan kesempatan kepada “klien” untuk mengeksplorasi, menemukan,
dan menjelaskan cara hidup lebih memuaskan dan cerdas dalam menghadapi
sesuatu.(BAC, 1984)
Ø
Konseling mengindikasikan hubungan profesional
antara konselor terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat
individu-individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu orang. Konseling didesain untuk
menolong klien untuk memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap
kehidupan, dan untuk membantu mencapai tujuan penentuan diri (self-determination) mereka melalui pilihan yang telah
diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka, dan melalui pemecahan
masalah emosional atau karakter interpersonal. (Burks dan Stefflrre, 1979:14)[4]
Ø
Dalam buku bimbingan dan konseling juga di
sebutkan, bahwa : konseling adalah upaya membantu individu melalui proses
interaksi yang bersifat pribadi antar
konselor dan konseli (klien) agar mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu
membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya
sehingga konseli (klien) merasa bahagia dan efektif prilakunya.
Ø
ASCA (American School Counseling Association)
mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia,
penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada
klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk membantu
klien untuk mengatasi masalah-masalahnya.[5]
Adanya perbedaan definisi konseling tersebut, selain ditimbulkan karena
perkembangan ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan oleh perbedaan
pandangan ahli yang merumuskan tentang konseling dan aliran atau teori yang
dianutnya.[6]
2.
Hubungan konseling dan psikoterapi
Konseling
disajikan dengan berbagai macam
label. Sebagaimana metafora dunia bisnis, ada banyak produk yang saling
bersaing dan menawarkan jasa yang sama atau lebih kepada para klien. Versi
mahal produk ini dijual dengan label “psikoterapi” yang dilaksanakan oleh
praktisi yang biasanya, spesialis profesional yang sangat terlatih dan sering
kali berlatar belakang pendidikan kedokteran. Psikoterapi dapat menjadi sebuah
proses yang panjang. Terlepas dari meningkatnya minat terhadap psikoterapi
“ringkas” yang terdiri dari sepuluh hingga dua belas sesi, cukup fair untuk menyatakan bahwa sebagian
besar psikoterapis mempertimbangkan perlunya klien berada dalam perawatan
selama setahun atau lebih untuk mendapatkan hasil yang menggembirakan. Versi
psikoterapi paling mahal dan ekslusif masih dipegang oleh psikoanalisis
Freudian Klasik.[7]
Beberapa orang mengklaim dapat membuat perbedaan yang
jelas antara konseling dan psikoterapi. Psikoterapi mempresentasikan versi
lebih dalam, lebih mendasar, atau melibatkan proses perubahan terhadap pasien
yang lebih “sakit”. Sedangkan sebagian yang lain menyatakan bahwa pada
dasarnya, konseling dan psikoterapi melakukan tugas yang sama, menggunakan
pendekatan dan teknik yang identik satu dengan yang lain, tetapi harus
menggunakan judul yang berbeda sebagai respons dari tuntutan agensi yang
memperkerjakannya. Misalnya, secara tradisional psikoterapi adalah istilah yang
digunakan dalam setting medis, seperti unit psikiatri, dan konseling adalah
label yang digunakan dalam setting pendidikan seperti pusat bimbingan dan
penyuluhan siswa. Sebuah perbedaan yang sangat antara konseling dan psikoterapi
adalah sebagian konseling dilakukan oleh pekerja sukarela atau nonprofesional,
sedangkan psikoterapi adalah sebuah profesi profesional yang eksklusif.
3.
Tujuan konseling:
a.
Mengadakan perubahan perilaku pada diri klien sehingga memungkinkan
hidupnya lebih produktif dan memuaskan.
b.
Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif.
c.
Penyelesaian masalah.
d.
Mencapai keefektifan pribadi.
e.
Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi dirinya.[8]
4.
Konseling sebagai bidang studi interdisiplioner
Meski pada awalnya konseling dan psikoterapi bersumber
dari disiplin ilmu psikiatri, seiring dengan waktu kedua bidang tersebut telah
dianggap sebagai salah satu subcabang dari disiplin akademik psikologi. Di
beberapa negara Eropa, ijazah psikologi merupakan syarat untuk memasuki
pelatihan dalam bidang psikoterapi. Di Amerika Serikat, sebagaimana yang
semakin luas digunakan di Inggris, terminologi psikologi konseling semakin
sering digunakan.. buku teks psikologi memberikan paparan yang substansial
terhadap karya para psikoterapis seperti Freud, Rogers dan Wolfe. Konseling dan
Psikoterapi kini menyandang status sains terapan setelah dimasukkan dalam
bidang psikiatri dan psikologi.[9]
Walaupun demikian, terlepas dari nilai perspektif psikologi dan praktek
konseling, adalah esensial untuk menyatakan bahwa ada beberapa bidang akademik
yang juga terlibat secara aktif.
Beberapa ide penting dalam konseling
dan psikoterapi bersumber dari filsafat. Konsep”bawah sadar” (unconscious) telah digunakan oleh filsuf
abad 19 (Ellennerger, 1970), jauh sebelum kata tersebut digunakan oleh Freud
dalam teorinya. Konsep fenomenologi dan
autentisitas telah dikembangkan oleh para filsuf eksistensial seperti Heidegger
dan Husserl jauh sebelum konsep tersebut memengaruhi Rogers, Pearl, dan terapis
humanis lainnya. Bidang filsafat moral
juga memberikan input kepada konseling dengan menawarkan kerangka kelogisan isu etis (lihat Bab 15)
Area studi lain, yang berpengaruh kuat dalam reori
konseling adalah agama. Beberapa agen
konseling memulai hidup mereka sebagai sebuah cabang dari gereja atau
dimunculkan oleh para pendiri karena panggilan regilius. Banyak figur kunci
dalam konseling dan psikoterapi memiliki latar belakang agama yang kuat, dan
telah mencoba untuk menggabungkan profesi
konselor dengan pencarian makna spiritual. Jung memberikan kontribusi yang signifikan dalam bidang ini.
Bidang aktivitas intrlrktual ketiga yang terus-menerus
memengaruhi konseling adalah seni. Ada tradisi kuat dalam konseling dan
psikoterapi yang menggunakan metode dan
tehnik seperti drama, pahatan, dan seni visual yang memungkinkan klien
mengekspresikan perasaan dan pola hubungan mereka. Dalam tahun-tahun belakangan
ini, psikodrama dan terapi seni telah menjadi pendekatan konseling khusus,
dengan model teori, pelatihan, dan jurnal tersendiri.
Konseling merupakan bidang praktek yang tidak biasa
karena ia mencakup sekumpulan perspektif teori yang saling bertolak belakang
satu dengan yang lain, cakupan aplikasi praktis, dan input berharga yang
didapat dari kontribusi beberapa disiplin keilmuan. Trone dan Dryden(1993)
telah mengedit koleksi biografi yang ditulis oleh para konselor dengan cara
yang biasa mereka pergunakan dalam pelatihan ekologi, teologi dan antropologi
untuk mendukung praktek konseling mereka. Dengan demikian, area konseling dan
psikoterapi mempresentasikan sintesa dari sains, filsafat, agama, dan seni.
Konseling merupakan area interdisiplin yang tidak dapat secara tepat dimasukkan
dalam salah satu disiplin keilmuan yang merupakan elemen pembentuknya. Pendekatan
konseling yang misalnya, murni sains atau murni agama lambat laun akan dilihat
sebagai sesuatu yang bukan konseling, karena hal tersebut menolak daerah kunci
pengalaman klien dan praktisi.
Diposting oleh
Sovia Bintang Aurora
Label:
Teori
Langganan:
Postingan (Atom)