PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN
Teori Eysenck
berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam
bentuk tipe dan trait. Namun,menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola
tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan
oleh keturunan dan lingkungan.
Jika
ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya
terbatas kepada objek atau peristiwa asli tetapi ketakutan/kecemasan itu juga
dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang
dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Setiap kali orang menghadapi stimulus
yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi
kecemasan, menurut eysenck orang itu menjadi terkondisi perasaan takut/cemasnya
dengan stimuli yang baru saja dihadapinya. Jadi, kecenderungan orang untuk
merespon dengan tingkah laku neurotik semakin lama semakin meluas, sehingga
orang itu menjadi mereaksi dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip
atau bahkan tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang
asli.
Menurut eysenck, stimulus baru begitu saja dapat dikaitkan dengan stimulus
asli, sehingga orang mungkin mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi
serta merta akibat adanya stimuli itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak
analisis psikodinamik yang memandang tingkah laku neurotik dikembangkan untuk
tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotik sering
dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin
meningkatkan kecemasan dan bukannya menguranginya.
Hirarki Faktor-Faktor
Kepribadian
Kepribadian sebagai organisasi tingkah laku oleh eysenck dipandang memiliki 4 tingkatan hirarkis :
Kepribadian sebagai organisasi tingkah laku oleh eysenck dipandang memiliki 4 tingkatan hirarkis :
1
- Hirarki Tertinggi : Tipe, kumpulan dari trait, yang mewadai kombinasi
trait dalam suatu dimensi yang luas.
-
- Hirarki Kedua : Trait, kumoulan kecenderungan kegiatan, koleksi
respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu.
- Hirarki Ketiga : kebiasaan tingkah laku atau berfikir, kumpulan respon
spesifik, tingkah laku yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
- Hirarki Terendah : Respon spesifik, tingkah laku yang secara aktual
dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.
Eysenck menemukan 3 dimensi tipe, yakni
ekstraversi(sosiabel,lincah,aktif,asertif,mencari
sensasi,riang,dominan,bersemangat,berani),
neurotisisme(cemas,tertekan,berdosa,harga diri
rendah,tegang,irasional,maju,murung,emosional) dan psikotisme (agresif, dingin,
egosentrik ,tak pribadi, impulsif, anti sosial, kreatif, keras hati).
Masing-masing dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar
dimensi secara bebas.
a. Tipe
Eysenck menemukan dan mengelaborasi
tiga tipe –E,N,P- tanpa menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan
dimensi yang lain pada masa yang akan datang. Namun dari pendekatan metodologi
yang sangat terbuka, dimana eysenck menyerap berbagai konsep dari banyak pakar,
terkesan penambahan dan penyempurnaan terhadap teorinya sebagai sesuatu yang
wajar. Tiga dimensi tersebut adalah bagian normal dari struktur kepribadian.
Semuanya bersifat bipolar, ekstraversi lawannya introversi, neurotisisme lawannya
stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi superego.
- - Ekstravert-Introvert
Ekstraversi adalah orang yang
pandangannya objektif dan tidak pribadi, sedangkan introversi adalah orang yang
pandangannya subjektif dan individualis. Eysenck yakin bahwa penyebab utama
perbedaan antara ekstraversi dengan introversi adalah tingkat keterangsangan
kotek , kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan.
Keterangsangan koteks adalah gambaran bagaimana korteks mereaksi stimulasi
indrawi. Jika tingkatannya rendah artinya kortek tidak peka, reaksinya lemah.
Sebaliknya jika keterangsangan korteks tinggi korteks mudah terangsang untuk
bereaksi.
Orang yang ekstravert memiliki
kendali diri yang kuat. Ketika dihadapkan pada rangsangan-rangsangan
traumatik(seperti tabrakan mobil), mereka akan menahan diri artinya dia tidak
akan mengacuhkan trauma yang dialami dan mereka mungkin akan melupakan apa yang
dialami dan meminta orang lain akan berhati-hati mengendarai mobil.
Orang introvert memiliki kendali
diri yang buruk. Ketika mengalami trauma mereka sulit untuk kembali melakukan
kegiatan trauma tersebut.
-
Neurotisisme
Neurotisisme setabiliti mempunyai
komponen hereditas yang kuat. Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang
menemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik, seperti ganguan kecemasan,
histeria, dan obsesif komplusif. Juga ada keseragaman antra orang kembar
identik lebih dari kembar fraternal dalam hal jumlah tingkah laku antisosial
dan asosial seperti kejahatan orang dewasa, tingkah laku menyimpang pada
anak-anak, homo seksualitas, alkoholisme. Orang yang skor neurotiknya tinggi
sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit
kembali normal sesudah emosinya meningkat. Mereka sering mengeluh dengan
simptom fisik, seperti sakit kepala, sakit pinggang, dan permasalahan psikologi
yang kabur seperti kawatir dan cemas. Orang bisa saja mendapatkan skor
neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simptom gangguan delingkuen,
atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua.
- Psikotisme
Orang yang skor psikotisismenya
tinggi memiliki trait agresif,dingin,ego sentrik,tak pribadi,impulsif,
anti sosial, takem patik, kreatif, keras hati. Sebaliknya orang yang skor
psikotisismenya rendah memiliki traid merawat/ baik hati, hangat, penuh
perhatian, akrab, tenang, sangat sosial, empatik, kooperatif, dan sabar.
Psikotisisme mempunyai unsur genetik yang besar. Orang yang variabel
psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi
untuk mengidap stres dan mengembangkan ganguan psikotik.
Tipe Kepribadian yang didasarkan
pada empat macam cairan yang ada pada tubuh manusia yaitu :
a. Tipe Sanguin adalah
orang-orang yang selalu riang dan optimistik, orang yang sangat menyenangkan
dan dapat menyesuaikan diri dengan apa pun yang dia kerjakan.
b. Tipe Kholerik
ditandai dengan sifat tergesa-gesa, meledak-ledak dan sering agresif.
Tanda-tanda fisik orang kholerik adalah wajah yang kekuning-kuningan dan tubuh
yang berotot.
c. Tipe Plegmatik
ditandai dengan sifat lamban, malas dan dungu. Secara fisik, orang-orang
seperti ini terkesan dingin, dan perkataannya tidak mudah dipegang.
d. Tipe Melankoli
cenderung selalu sedih, bahkan depresi, dan memiliki pandangan hidup yang
pesimistik.
TEORI
KEPRIBADIAN TRAIT
A.
Teori Umum
1. Teori Umum Cattell
Raymond B Cattell (dan juga Hans
Eysenck) mempunyai keyakinan dasar bahwa kepribadian memiliki banyak sekali
dimensi yang dapat diukur, dan teknik statistic analisis factor dapat dipakai
sebagai sarana untuk mengisolasi variable-variabel kepribadian itu. Misalnya,
seorang pakar kepribadian akan meneliti hipotesa yang menyatakan bahwa manusia
itu mempunyai 30 macam traitsdi dalam dirinya. Dibuatlah alat ukur untuk
mengungkap besaran trait-trait itu di dalam diri seseorang. Masalahnya adalah,
apakah 30 traits itu saling terpisah, atau ada dua trait atau lebih yang saling
berhubungan dan dapat dipandang sebagai satu trait saja? Factor analisis
merupkan prosedur untuk menganalisis seperangkat korelasi antara berbagai skor
hasil pengukuran, dengan tujuan memperoleh jumlah trait yang lebih sederhana,
untuk kemudian diinterpretasi sebagai struktur dasar dari kepribadian itu
sendiri.
Pengukuran merupakan dasar dari
kemajuan ilmu kontemporer, dan dalam psikologi yang harus mengukur obyek-obyek
yang tidak kasat mata, taksonomi atau klasaifikasi tingkah laku memakai
analisis factor menjadi langkah yang signifikan pemakaian teknik statistic yang
canggih dalam mengembangkan teori dan konsep kepribadian menempatkan Cattell, Eysenck,
dan J.P. Guilford sebagai pelopor pemakaian kaidah-kaidah ilmiah dalam memahami
kepribadian manusia.
a. Struktur kepribadian
Trait
Trait adalah elemen dasar dari
kepribadian yang berperan vital dalam usaha meramalkan tingkah laku. Hal ini tampak
definisi kepribadin menurut Cattell. Menurutnya, kepribadian adalah struktur
kompleks yang tersusun dalam berbagai kategori yang memungkinkan prediksi
tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu, mencakup seluruh tingkah laku
baik yang konkrit atau yang abstrak.
Trait dapat diklasifikasikan memakai 3
kategori yaitu:
1. Kategori Kepemilikan
a. Trait Umum
Trait
yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkatan tertentu. Bersifat universal
yang mungkin dilatarbelakangi oleh hereditas manusia dan berada pada kelompok
budaya yang sama serta menghadapi pola tekanan social yang sama pula.
b. Trait Khusus
Trait
yang dimiliki satu orang saja (bisa juga dimiliki oleh beberapa orang dengan
kombinasi antar trait yang berbeda). Sifat unik ini terutama berhubungan dengan
interest dan attitude.
2. Kategori Kedalaman
a. Trait Permukaan
Merupakan
sifat yang tampak, yang menjadi tema umum dari beberapa tingkah laku. Misalnya:
remaja yang lincah. Menyenangkan orang lain, dan merencanakan kegiatan yng
menarik mungkin dapat dikatakan memiliki trait permukaan yang periang (surface
traits cheerfulness).
b. Trait Sumber
Elemen-elemen
dasar yang menjelaskan tingkah laku. Sifat ini tidak dapat disimpulkan langsung
dari amatan tingkah laku dan hanya dapat diidentifikasi memakai analisis
faktor. Trait sumber ini bisa bersifat konstitusional (dibawa sejak lahir) atau
bersifat bentukan lingkungan(environmental mold).
3. Kategori Modalitas Ekspresi
a. Trait Kemampuan (ability)
Menentukan
keefektivan seseorang dalam usaha mencapai tujuan. Contoh: kecerdasan.
b. Trait Temperamen (temperament)
Gaya
atau irama tingkah laku. Contoh: ketenangan, kegugupan, keberanian, santai,
mudah terangsang.
c. Trait Dinamik (dynamic)
Motivasi
atau kekuatan pendorong tingkah laku. Contoh: dorongan, interes, ambisi
menguasai sesuatu.
Faktor sumber (factor primer)
Cattell meneliti trait sumber dengan
mengumpulkan 4000 sifat manusia yang kemudian dia ringkas dengan cara
mengelompokkan sifat yang mirip dan menghilangkan istilah yang asing dan
metaforik menjadi 200 sifat. Memiliki metoda kluster, 200 sifat itu
dikelompokkan dan diperas menjadi 35 sifat yang kemudian dinamakan 35 sifat
sumber atu sifat primer yang masing-masing diberi simbol huruf berbeda. 35
sifat tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, 23 sifat populasi normal dan 12 sifat
populasi berdimensi patologis. Sesudah dilakukan analisis faktor terhadap 23
sifat primer dari populasi normal ditemukan 16 sifat primer yang satu dengan
lainnya saling asing, 16 sifat sumber (sifat primer) ini dinamakan 16 faktor
primer, oleh Cattell kemudian dijadikan dasar untuk mengembangkan instrument
pengukuran kepribadian yang terkenal yakni 16 Personality Factor
Questionnair (16PF).
Faktor-faktor pada 16 PF
1. A. Faktor A (Sizia-Affectia)
2. B. Faktor B (Intelligence)
3. C. Faktor C (Ego Strenght)
4. E. Faktor E (Submissive-Dominance)
5. F. Faktor F (Disurgency-Surgency)
6. G.Faktor G (Super Ego Strenght)
7. H.Faktor H (Threctia-Parmia)
8. I. Faktor I (Harria-Premsia)
9. L. Faktor L (Alaxia-Protension)
10. M.Faktor M (Praxernia-Autia)
11. N. Faktor N (Artlessness-Shrewdness)
12. O. Faktor O (Assurance-Proneness)
13. Faktor Q1 (Conservative-Radicalism)
14. Faktor Q2 (Group
Adherence-Selfsuffisient)
15. Faktor Q3 (Low Integration-High Self
Concept)
16. Faktor Q4 (Ergic Tension)
b. Dinamika Kepribadian
Dinamika trait muncul sebagai satu
klasifikasi trait. Bahasan mengenai dinamika trait sebagai motivasi secara
spesifik menganalisis asal muasal penggerak trait dan saling hubungan
subsidiasi antara sikap, sentiment dan sifat keturunan. Beberapa hal yang
terkait dengan dinamika adalah:
1. Sikap (Attitude)
Bukan merupakan pandangan tentang sesuatu,
tetapi sikap lebih menekankan pada konsep tentang tingkah laku spesifik (atau
keinginan untuk bertingkah laku tertentu) sebagai respon terhadap suatu
situasi.
2. Dorongan pembawaan (Erg dari Ergon atau
kerja)
Dorongan atau motif pembawaan oleh
Cattell disebut sebagai Erg. Semua dorongan primer yang dibawa bersama
kelahiran disebut Erg seperti contohnya seks, lapar, haus, rasa ingin tahu,
marah, dan motif lain yang biasanya tidak hanya dimiliki manusia, tetapi juga
oleh primate dan mmlia lainnya.
3. Sentiment
Sentiment merupakan sumber motivasi
yang penting karena kecenderungannya mengorganisir diri di sekitar institusi
social yang menonjol.
4. Kalkulus dinamik (Dynamic
Calculus)
Dalam kalkulus dinamik, erg dan
sentiment dipandang sebagi akar dari semua motivasi yang dapat dipakai untuk
meramalkan tingkah laku seseorang. Persamaan itu memasukkan hubungan trait, erg
dan sentiment dengan situasi tertentu untuk menentukan bentuk respon seseorang.
c. Perkembangan
Kepribadian
Perkembangan kepribadian yang dibagi
menjadi 4 menurut Cattell ini yaitu:
1) Tahap Perkembangan
a. Tahap Bayi (Infancy 0-6
tahun)
Periode
pembentukan yang terpenting dlam perkembangan kepribadian. Pada tahap ini
individu sangat dipengaruhi oleh orang tua dan saudara-saudaranya, dan secara
alami dipengaruhi oleh pengalaman perolehan makanan dan caranya membuang
kotoran.
b. Tahap Anak (6-14 tahun)
Hanya
sedikit masalah psikologis yang timbul, sehingga oleh Cattell disebut periode
konsolidasi, sesudah periode bayi yang kritis.
c. Tahap Remaja (Adolescene 14-23
tahun)
Ini
adalah periode yang paling menyulitkan dan menekan. Kejadian kelainan mental,
neurosis, dandelinkuensi banyak muncul pada periode ini, begitu pula konflik
disekitar dorongan kemndirian, keyakinan diri, dan seks.
d. Tahap Kemasakan (Maturity 23-50
tahun)
Secara
umum, awal tahap ini ditandai dengan kesibukan, kebahagiaan, dan produktivitas.
Pada umumnya orang pada usia itu menyiapkan karir, perkawinan, dan keluarga.
Kepribadian cenderung menjadi tidak mudah berubah, lebih mantap, kalau
dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
e. Tahap Usia Pertengahan (Middle
Age 50-60/70 tahun)
Ada
perubahan penyesuaian dalam kepribadian sebagai respon terhadap perubahan
fisik, social, dan psikologikal.
f. Tahap Tua ( Senility 60/70an-mati)
Tahap
final, melibatkan penyesuaian sejumlah kehilangan-kematian keluarga dan
sahabat, pension, kehilngan status di masyarakat-mengikuti perasaan kesendirian
dan tidak aman.
2) Keturunan dan Lingkungan
Diantara pakar kepribadian, Cattel yang
paling besar perhatiannya terhadap pengaruh relative dari keturunan dan
lingkungan dalam pembentukan kepribadian. Metode meneliti pentingnya factor
keturunn dan lingkungan dikenal dengan nama Analisis Varian Abstrk Jamak (MAVA
= multiple abstract variance analysis). Salah satu hasil yang
menarik, ternyata bnyak korelasi negative ntra factor keturunan dengan
lingkungan.
3) Kecemasan
Cattell menekankan pentingnya kecemasan
sebagai aspek kepribadian karena bahaya dampaknya terhadap fusngsi fisik dan
mental. Menurutnya, kecemasan itu bisa merupakn suatu keadaan sekaligus sifat
dari kepribadian.
4) Belajar
Ada tiga jenis belajar untuk tujuan
perkembangan kepribadian menurut Cattell:
a) Conditioning classic (asosiasi
sederhana dari kognisi simultan).
b) Conditioning
instrumental (asosiasi
berbagai kegiatan dengan tujuan tertentu)
c) Belajar integrasi (model instrumental
kondisioning yang canggih)
d. Evaluasi
Evaluasi
terhadap teori Cattell:
1) Kerja Cattell kurang dapat dipahami.
Istilah yang dipakai juga sering terlalu teknis dan aneh.
2) Walaupun analisis factor relative
objektif dan merupakan teknik statistic yang canggih, tetapi, banyak peneliti
yang berpendapat analisis tersebut tetap dipengaruhi subjektivitas Cattell,
sehingga hasil analisis tersebut tetap diragukan.
3) Cattell tidak sungguh-sungguh membahas
pengaruh lingkungan sebagai predictor tingkah laku yang akurat. Cattell
dipandang condong ke aspek-aspek yang tidak teramati, lebih banyak membahas
factor-faktor hereditas.
2. Hans Jurgen Eysenck
Teori kepribadian Eysenck memliki
komponen biologis dan psikometris yang kuat. Namun ia yakin kalau kecanggihan
psikometris saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan
bahwa dimensi kepribadian yang melewati analisis factor bersifat steril an tak
bermakna kecuali mereka memiliki eksistensi biologis.
Inti pandangan Eysenck dalam psikologi
dapat dicari sumbernya pada keyakinannya bahwa pengukuran adalah fundamental
dalam segala kemajuan ilmiah, dan bahwa lapangan psikologi sebelumnya orang
belum pasti tentang “hal” apa yang sebenarnya diukur. Eysenck yakin bahwa
taksonomi atau klasifikasi tingkah laku adalah langkah pertama yang menentukan
dan bahwa analisis factor adalah alat yang paling memadai untuk mengejar tujuan
ini.
a. Struktur Kepribadian
Eysenck berpendapat bahwa, kebanyakan
ahli-ahli teori kepribadian terlalu banyak mengemukakan variable-variabel
kompleks dan tak jelas. Pendapat ini dikombinasikan dengan analisisnya, yaitu
dengan analisis factor, telah menghasilkan system kepribadian yang ditandai
oleh adanya sejumlah kecil dimensi-dimensi pokok yang didefinisikan dengan
teliti dan jelas.
Kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang timbul
dariefektivitas sebagai total pola-pola perilaku actual atau potensial dari
individu yang mendatangkan stimulus dari orang sekitarnya, dan sulit untuk
dipahami, yang dipengaruhi oleh factor eksternal dan internal dari individu dimana
kedua factor tersebut juga saling mengadakan interaksi.
Hal yang sentral dalam pandangan
Eysenck mengenai tingkah laku adalah pengertian sifat dan tipe. Eysenck
memberikan definisi sifat dengan observed constalation of individual
action tendencies yaitu suatu kejegan yang Nampak diantara
kebiasaan-kebiasaan dalam tindakan-tindakan yang diulangi oleh seseorang.
Sedangkan tipe adalah bagian dari observed constalation of syndrome of
traits jadi tipe lebih luas dari pada sifat.
Struktur Kepribadian
Berbicara tentang struktur kepribadian,
Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan,
disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas
keumuman dan kepentingannya. Bila diurutkan dari yang paling tinggi dan paling
mencakup ke yang paling rendah dan paling khusus adalah:
1) Type, yaitu kumpulan dari trait, yang
mewadahi kombinasi trait dalam satu dimensi yang luas.
2) Trait, yaitu kumpulan kecenderungan
kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan
tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang paling penting dan permanen.
3) Habitual Response, yaitu kumpulan
respon spesifik, tingkah laku atau fikiran yang muncul kembali untuk merespon
kejadian yang mirip.
4) Spesific Response, yaitu tingkah laku
yang secara actual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu
kejadian.
Dimensi-dimensi
Kepribadian
Eysenck menemukan tiga dimensi tipe,
yakni ekstraversi (E), neurotisme (N), dan psikotisme (P). Masing-masing
dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar dimensi secara
bebas. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga semuanya
ada 27 trait. Hamper semua 35 trait sumber primer dari Cattell sama dengan 27
trait dari Eysenck. Hirarki kebiasaan sangat banyak, mungkin ribuan, sedangkan
hirarki respon spesifik tidak terhingga jumlahnya. Trait dari ekstraversi
adalah: sosiabel, lincah, aktif, asertif, mencari sensasi, riang, dominan,
besemangat, dan berani. Trait dari neurotisme adalah: cemas, tertekan, tegang,
berdosa, harga diri rendah, irasional, maju, murung, dan emosional. Trait dari
psikotisme adalah: agresif, dingin, egosentrik, impersonal, impulsive,
antisocial, tak empatik, kreatif, dan keras hati.
Neurotisme dan psikotisme itu bukan
sifat patologis, walaupun tentu individu yang menglami gangguan akan memperoleh
skor yang lebih tinggi disbanding dengan orang-orang normal diskala dua factor
ini. Dan psikotisme lawannya fungsi super ego.
Bipolaritas factor-faktor Eysenck tidak
hanya menyatakan kalau sebagian besar orang mengarah ke salah satu kutub atau
yang lain pada kutub ketiganya. Masing-masing factor ini terdistribusi secara
tunggal dari pada berganda.
Tiga dimensi kepribadian Eysenck ini
masuk akal secara teoritis. Carl Jung dan tokoh yang lain menyadari efek yang
kuat dari perilaku ekstraversi dan introversi (factor E), dan Sigmund Freud
menekankan pentingnya kecemasan (factor N) dalam pembentukan perilaku. Selain
itu psikotisme (factor P) sejalan dengan para teoritisi yang lain seperti
Abraham Maslow yang melihat kesehatan psikologis dalam aktualisasi diri (skor P
rendah) hingga skizofrenis dan psikosis (skor P tinggi). Ekstraversi dan
neurotisme adalah factor dasar hamper disemua studi analisis factor tentang kepribadian.
b. Dinamika Kepribadian
Yang disebut dengan dinamika
kepribadian adalah mempelajari interaksi antar struktur dari kepribadian
tertentu, yang dalam pembahasan kali ini adalah struktur kepribadian menurut
tokoh Eysenck.
Jika dilihat dari hubungnnya dengan
factor-faktor struktur di atas, maka dapat disebutkan bahwa antar bagian dari
struktur kepribadian tersebut terjadi interaksi dan saling berpengaruh antar
satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah adanya interaksi antara bagian
kepribadian yang disebut sebagai specific response dan habitual
response. Dimana yang disebut sebagai specific response yakni
perilaku atau pikiran individual yang bisa mencirikan sebuah pribadi atau
tidak, missal seorang siswa yang menyelesaikan tugas membaca. Sedangkan habitual
response dapat dimaknai sebagai respon yang terus berlangsung di bawah
kondisi yang sama, missal jika seorang siswa seringkali berusaha sampai suatu
tugas selesai dikerjakannya. Habitual response ini dapat
berubah-ubah ataupun dapay menetap.
Setelah mengetahui penjelasan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa untuk membuat perilaku tertentu atau specific
response menjadi sebuah kebiasaan atau habitual response maka
perlu adanya pengulangan perilaku tertentu tersebut hingga beberapa kali. Sedangkan
jika individu tersebut tidak menginginkan perilaku tertentu itu menjadi sebuahhabitual
response atau sebuah kebiasaan, maka tidak diperlukan pengulangan
perilaku hingga berkali-kali. Dan hubungan serta interaksi juga berlaku pada
bagian kepribadian Eysenck yang lain, seperti tipe dan trait.
Kepribadian sebagai alat prediksi
Model kepribadian Eysenck yang kompleks
tampak pada gambar di atas, yang menunjukkan bahwa psikometri sifat-sifat P, E,
dan N dapat berkombinasi satu sama lain, juga dengan determinan genetik,
jembatan biologis maupun studi eksperimental untuk memprediksi beragam perilaku
social, termasuk yang memberi kontribusi terhadap penyakit.
Kepribadian dan perilaku
Menurut model Eysenck yang ditunjukkan
gambar di atas, psikotis, ekstraversi, dan neurotis seharusnya dapat
memprediksi hasil-hasil studi eksperimental dan perilaku-perilaku social. Teori
Eysenck sendiri mengasumsikan ekstraversi merupaan produk dari tingkatan
stimulasi kulit otak yang rendah. Karena itu pribadi introvert jika
dibandingkan dengan pribadi ekstrovert, mestinya lebih sensitive terhadap
stimuli dan kondisi belajar.
Lebih jauh lagi, Eysenck berpandapat
bahwa banyak studi psikologis sudah mencapai kesimpulan yang keliru karena
sudah mengabaikan factor-faktor kepribadian ini. Contohnya, studi-studi di
bidang pendidikan yang membandingkan keefektifan dari penemuan pembelajaran dan
perbedaan perilaku. Eysenck yakin kalau studi-studi ini tidak mempertimbangkan
bahwa anak-anak yang ekstrovert lebih suka dan lebih kreatif dalam melakukan
penemuan aktif, sementara anak-anak yang introvert lebih sungkan dan lebih
nyaman dengan gaya belajar pasif yang disuapkan pada mereka. Dengan kata lain,
sebuah interaksi muncul diantara dimensi kepribadian dan gaya belajar. Namun, ketika
peneliti mengabaikan factor-faktor kepribadian ini, mereka bisa menemukan
perbedaan dalam perbandingan efektivitas penemuan versus gaya belajar reseptif.
Eysenck juga berhipotesis kalau
psikotisme (P) berkaitan dengan kejeniusan dan kreativitas. Banyak anak yang
memiliki kemampuan kreatif cenderung tidak menurut dan memliki ide-ide yang
tidak begitu ortodoks namun mereka dipaksa untuk tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang tidak kreatif. Eysenck juga menemukan bukti bahwa pribadi yang
seperti ini kurang begitu tekun meskipun skor-Pnya tinggi, juga sanggup melawan
kritik dari orang tua dan guru, serta tumbuh besar menjadi orang yng kreatif.
Dengan cara yang sama Eysenck
melaporkan bahwa pribadi dengan skor P dan skor E yang tinggi tampaknya akan cenderung
menjadi anak kecil yang suka mencari masalah. Orang tua dan guru menganggap
anak-anak ekstrovert sebagai berandal yang menarik dan bisa memaafkan semua
kenakalan mereka, namun para pembuat masalah dengan skor P yang tinggi dianggap
lebih nakal, ugal-ugalan, dan tak layak untuk dicintai. Sehingga para pembuat
masalah dengan skor E yang tinggi cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang
produktif, sementara pembuat masalah dengan skor P yang tinggi cenderung
bermasalah dengan pembelajaran, mudah terjerumus dengan kriminalitas, dan
mengalami kesulitan saat menjalani hubungan pertemanan. Sekali lagi,Eysenck
menegaskan psikolog bisa keliru memberikan pengarahan jika tidak memahami
keragaman kombinasi dari dimensi kepribadian ketika melkukan riset.
c. Pembentukan
Kepribadian
Teori kepribadian Eysenck menekankan
pada herediter sebagai factor penentu dalam perolehan trait ekstraversi,
neurotisme, dan psikotisme (juga kecerdasan).
Eysenck juga berpendapat, bahwa semua
tingkah laku yang tampak –tingkah laku pada hirarki kebiasaan dan respon
spesifik- semuanya (termasuk tingkah laku neurosis) dipelajari dari lingkungan.
Eysenck berpendapat inti fenomena neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari
(terkondisikan). Hal itu terjadi manakala satu atau dua stimulus netral diikuti
dengan perasaan sakit atau nyeri fisik maupun pdikologis. kalau traumanya
sangat keras, dan mengenai seseorang yang factor hereditasnya rentan menjadi
neurosis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang itu
mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diathesis
stress model).
Sekali kondisioning ketakutan atau
kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya terbatas kepada obyek
atau peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan itu juga dipicu oleh
stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap
berkaitan dengan stimulus asli. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang
membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut
Eysenck, orang itu menjadi terkondisi perasaan takut atau cemasnya dengan
stimuli yang baru saja dihadapinya. Jika kecemderungan orang untuk merespon
dengan tingkah laku neurotic semakin meluas, sehingga orang itu menjadi
mereaksi dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak
mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck, stimulus baru begitu
saja dapat diikatkan dengan stimulus asli, sehingga orang mungkin mengembangkan
cara merespon stimulus yang terjadi serta merta akibat adanya stimulus itu,
tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang
tingkah laku neurotic dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan.
Menurutnya, tingkah laku neurotic sering dikembangkan tanpa alas an yang jelas,
sering menjadi kotraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan bukannya
menguranginya.
Jika tingkah laku itu diperoleh dari
belajar, logikanya tingkah laku itu juga bisa dihilangkan dengan belajar.
Eysenck memilih model terapi tingkah laku, atau metode menangani tekanan
psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkah laku salah suai alih-alih
mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik di dalam jiwa.
d. Evaluasi
Kritik utama terhadap Eysenck adalah
teorinya terlalu sempit. Teori itu hanya membahas tiga dimensi kepribadian dan
hubungannya dengan biologi-syaraf, tanpa menyinggung topic-topik yang menjadi
pusat perhatian pakar psikologi pada umumnya, seperti motivasi, drives, kemauan,
dan impuls. Eysenck menyinggung perkembangan kecemasan tapi tidak membahas
perkembangan itu secara luas.
Penentuan yang arbitrer memunculkan
usulan penggabungan factor dan atau pemberian nama baru yang lebih akurat.
Namun usulan baru itu juga bersifat arbitrer, sehingga praktis analisis factorial
yang dimulai dengan jargon keobjektifan dan kecanggihan akan berakhir dengan
kesimpulan yang penuh ketidakpastian. Misalnya Jeffrey Gray yang mengusulkan
dimensi kecemasan-impulsivitas sebagai pengganti dimensi ektraversi dan
neurotisme. Buss dan Plomin mengusulkan dimensi ekstraversi dipecah menjadi
dua, sosiabilitas dan impulsivitas.
B.
Paradigma Psikopatologi Trait
Cattell setuju dengan pandangan klinis
bahwa neurosis dan psikosi itu terjadi akibat adanya konflik yang tak
terpecahkan dalam diri individu. Dia kemudian berusaha mengembangkan teknik
kuantitatif untuk membantu terapis mendiagnosis dan melakukan tritmen. Setiap
konflik selalu ada sekian banyak attitude, erg, dan sentiment yang terlibat,
sehingga muncul pilihan tingkah laku yang tidak dikehendaki.
Neurosis
Neurosis adalah pola tingkah laku yang
ditunjukkan oleh seseorang yang merasa dirinya mengalami keulitan emosional
tetapi tidak menunjukkan gangguan psikotik. Definisi ini sangat operasional
karena menurut Cattell pemahaman tentang neurosis harus dimulai dengan
pengukuran untuk mengidentifikasi perbedaan orang neurosis dengan orang normal.
Ternyata perbedaan normal dengan neurotic dan psikotik bukan hanya perbedaan
tingkatan, tetapi juga perbedaan dimensi.
Cattell menemukan neurotic banyak
berkembang pada keluarga yang penuh konflik, kurang disiplin dan kurang kasih
saying. Keluarga itu menerapkan standar moral yang tinggi, dan suami istri yang
memiliki latar belakang stabilitas emosional yang rendah.
Psikosis
Psikosis adalah bentuk gangguan mental
yang berbeda dengan neurosis, di mana individu kehilangan kontak dengan realita
dan membutuhkan perawatan untuk melindungi dirinya dan orang lain. Jadi
perbedaannya dengan neurotic adalah; psikotik tidak memiliki pemahaman terhadap
masalahnya sendiri, tidak dapat merawat diri, dan mungkin membahayakan orang
lain dan dirinya sendiri. Menurut Cattell, psikotis manis-depresif dan
skizofrenia factor keturunannya sangat besar. Sama seperti neurosis, peran
keluarga cukup besar menyumbang terjadinya psikotik. Banyak bukti orang tua
psikotik lebih hangat dan melindungi disbanding orang tua penderita
skizofrenia.
Sedangkan menurut Eysenck, neurotisme
dan psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang mengalami
gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Ekstraversi, neurotisme, dan
psikotisme, tiga dimensi itu adalah bagian normal dari struktur kepribadian.
Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lawannya introversi, neurotisme lawannya
stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi super ego. Semua orang berada dalam
rentangan bipolar itu mengikuti kurva normal, artinya sebagian besar orang
berada di tengah-tengah polarisasi, dan semakin mendekati titik ekstrim,
jumlahnya semakin sedikit.
Hal ini dapat diartikan bahwa, orang
yang variable psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka
mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan
psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah, skor psikotis
yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress
yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah
lewat, fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.